Monday, December 26, 2011

Hidayah Allah: Bagi-Nya Seperti Membalikkan Telapak Tangan

Bismillahirrahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah, yang telah memberikan petunjuk-Nya kepada kita, sehingga kita sampai hari ini dapat bernaung dalam pelukan agama yang diridhai-Nya, Islam. Semoga salawat dan salam juga dapat tercurahkan untuk Rasulullullah Muhammad SAW, sang pencerah umat, cahaya penentram bagi kalbu yang haus akan kerinduan syafaat darinya. Kita berlindung kepada Allah dari kekeringan iman dan Islam. Wa bihi nasta'in, wa ba'du.
"Sesungguhnya engkau takkan dapat memberikan hidayah / petunjuk bagi orang yang kau cintai, akan tetapi Allah memberikan hidayah kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Dia lebih mengetahui orang-rang yang diberikan petunjuk."(Al-Qashash: 56)
Ikhwati fillah, hafizhakumullah ta'ala,

Hidayah adalah sebuah cahaya, sebuah kunci, dan sebuah salah satu hadiah terindah dari Sang Rabb Azza Wa Jalla. Dengannya kita dapat mereguk nikmat-Nya yang tiada tara, yakni surga. Sekufur apa pun seseorang sepanjang hidupnya, jika ia mampu mengakhiri napasnya dengan dua kalimat syahadat, maka dijamin atasnya surga.






“Barangsiapa yang mengucapkan pada akhir hayatnya kalimat Laa Ilaaha Illallah, maka ia masuk surga.” (Al-Hadits)



Namun terkadang sulit bagi kita untuk berpikir secara rasional, bagaimana bisa seseorang yang selama hidupnya bergelimang dalam kemaksiatan, dosa, dan kekufuran, ada yang bisa mengakhiri hayatnya dengan dua kalimat syahadat, yang notabene bukan ajaran yang ia patri dalam hatinya? Tapi logika Allah berbeda jauh, sangat jauh, dengan logika manusia. Apa pun dapat terjadi, jika Dia menghendakinya. Kun Fayakuun. Termasuk juga hidayah yang datang kepada mereka yang beruntung. Dosa-dosa yang telah mereka lakukan terhapuskan, kembali fitrah, seperti bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya.

Ikhwati fillah, hafizhakumullahu ta’ala,

Tentang hidayah ini, saya ingin berbagi sebuah kisah yang dituturkan oleh Syaikh Usamah Abu Umar, guru talaqqi kami, yang beliau alami belum lama ini. Cerita bermula di sebuah sore, saat beliau perjalanan pulang menuju rumah, beliau menemui sebuah fenomena yang tak lazim ditemui. Mungkin baru sekali itu beliau lihat sepanjang hidupnya, yakni seorang pemuda yang menggendong seorang wanita yang sangat tua renta dengan berlari. Wanita itu adalah ibunya. Wanita itu terlihat sangat menyedihkan, sakit keras seperti begitu menyiksa segenap lahir dan batinnya. Sang anak berlari dengan panik mencari taksi untuk mengantar sang ibu ke rumah sakit terdekat. Namun tak ada taksi yang ia temui. Syaikh mencoba menolong kedua orang tersebut dengan pertolongan sebisa yang beliau dapat lakukan. Dipilihlah sebuah opsi, Syaikh menunggui ibu tersebut, dan si pemuda mencari taksi sampai ketemu. Sepeninggal si pemuda, keadaan sang ibu semakin memburuk, tanda-tanda ajal akan tiba mendatanginya. Syaikh mencoba men-talqin sang ibu dengan dua kalimat syahadat.


“Katakan: Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa anna Muhammadan rasuulullaah…”


Sang ibu pun mengikutinya dengan mudah. Tak lama kemudian, berhentilah napas sang ibu selama-lamanya. Lima menit berlalu, si pemuda mendatangi sang ibu dengan taksi, namun terlambat. Sang ibu sudah tiada. Si pemuda pun menangis histeris, meratapi kematian ibunya. Syaikh mencoba menenangkan si pemuda yang tampak sangat kehilangan itu.

“Mengapa kau bersedih, wahai anak muda? Ibumu telah mengucap syahadatain dengan mudah, dan baginya surga, lalu kenapa kau menangis?” ujar Syaikh menenangkan.


Si pemuda sambil terus sesenggukan menjawab, dengan agak tidak percaya, “Benarkah? Wallah… Kami adalah Masihi / Nasrani!”


Lihatlah, bagaimana logika Allah bekerja. Rasionalisme manusia awam takkan pernah dapat menerima hal demikian. Seorang Nasrani sepanjang hidupnya pun dapat mengakhiri hayatnya dengan dua kalimat syahadat. Dan pertanyaannya adalah, apakah akhir hayat kita dapat berakhir dengan dua kalimat syahadat? Tak ada jaminan untuk itu. Inilah, mengapa Allah memerintahkan manusia untuk terus menerus berzikir mengingat-Nya.

“… dan ingatlah Tuhanmu sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah di waktu pagi dan petang.” (Ali Imran: 41)
Ikhwati fillah,

Marilah memohon kepada Allah, semoga hidup kita terus tetap berada di jalan hidayah-Nya, dan dapat mengakhiri hayat kita dengan ucapan Laa Ilaaha Illallah. Hadaanallahu wa iyyakum ajma’iin.


Sumber

0 comments:

Post a Comment